KPK juga menyebutkan bahwa diduga ada kerugian sebesar Rp 125,5 miliar yang dialami keuangan negara dari kasus tersebut.
Sebelumnya, diketahui bahwa Sarana Jaya yang bergerak di bidang properti tanah dan bangunan, pada awalnya mencari tanah di Jakarta yang akan dijadikan unit bisnis ataupun bank tanah.
Di mana pada 4 Maret 2019, Runtuwenas bersama Adrian dan Iskandar menawarkan tanah seluas 4,2 hektare yang ada di Munjul kepada Sarana Jaya.
Namun, pada saat itu, tanah tersebut masih sepenuhnya milik Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus.
Mereka lalu bertemu dengan Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus di Yogyakarta, dan disepakati pembelian tanah di Munjul yang disepakati dengan harga Rp2,5 juta per meter, sehingga total harga tanah tersebut adalah Rp104,8 miliar.
Pembelian tanah pada 25 Maret 2019 itu langsung dilakukan dengan perikatan jual beli sekaligus pembayaran uang muka oleh Runtuwenas dan Adrian dengan jumlah sekitar Rp5 miliar melalui rekening bank Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus.
Pelaksanaan serah terima Sertifikat Hak Guna Bangunan dan tanah girik dari pihak Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus dilakukan melalui notaris yang ditunjuk Runtuwenas.
Runtuwenas, Adrian, dan Iskandar lantas menawarkan tanah kepada pihak Sarana Jaya dengan harga Rp7,5 juta per meter dengan total harga Rp315 miliar.
Di sini, diduga terjadi negosiasi fiktif dengan kesepakatan harga Rp5,2 juta per meter dengan total Rp 217 miliar.