Baca Juga: Lagi, Persib Kena Denda 50 Juta Rupiah! Oknum Bobotoh Penyebabnya
National Geographic dalam situsnya menyampaikan hanya sekitar 0,5 persen gempa dahsyat yang ditandai dengan EQL tersebut.
Sementara hasil studi yang dipublikasikan oleh Seismological Research Letters menyampaikan bahwa EQL hampir 85 persen terjadi di lokasi retakan benua.
Sementara 15 persen lain terjadi akibat adanya dua lempeng yang saling bergeser satu dengan yang lain (transform).
Laporan terjadinya EQL sudah menjadi mitos sejak 89 sebelum masehi, sebagai pertanda akan terjadinya bencana besar.
Seiring berkembangnya teknologi, fenomena kilat tersebut pun dapat dijelaskan dengan ilmu sains.
Baca Juga: Pembangunan Lembaga Pendidikan Mahad As sunah di Cisayong Tasikmalaya Ditolak, Ini Penjelasannya
Serta rekaman pertama kejadian EQL pasca berkembangnya teknologi, terekam oleh kamera peneliti pada tahun 1965 saat gempa Jepang terjadi.
Sehingga sekarang masyarakat pun dapat membedakan perbedaan fenomena yang merupakan kilat biasa, atau kilat pertanda gempa bumi.
Dalam beberapa pengamatan vidio EQL yang diunggah dalam YouTube dari tempat yang berbeda, kecenderungan kilat EQL lebih beruntun daripada kilat petir.