Pendidikan Jarak Jauh Berdampak Negatif pada Siswa

- 1 Desember 2020, 21:15 WIB
Sejumlah siswa Sekolah Dasar Negeri Parentas belajar berkelompok bersama guru di rumah orang tua siswa di Kabupaten Tasikmalaya.
Sejumlah siswa Sekolah Dasar Negeri Parentas belajar berkelompok bersama guru di rumah orang tua siswa di Kabupaten Tasikmalaya. /Pikiran-rakyat.com/Bambang Arifianto/

  PRIANGANTIMUR NEWS - Di masa pandemi Covid-19 banyak sekolah melaksanakan kegiatan belajar secara daring atau pendidikan jarak jauh (PJJ).

Namun menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pendidikan jarak jauh (PJJ) memberi dampak negatif pada siswa.

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kemendikbud, Jumeri di Jakarta, Selasa 1 Desember 2020 mengatakan ancaman tersebut mulai dari ancaman putus sekolah, yang disebabkan ana terpaksa bekerja membantu keuangan orang tua di tengah pandemi Covid-19.

Baca Juga: Kemendag Gandeng Perhotelan dan Perbankan Tingkatkan Daya Saing UMKM

“Mulai dari ancaman putus sekolah, yang disebabkan anak terpaksa bekerja untuk membantu keuangan keluarga di tengah pandemi Covid-19,” ujar Jumeri seperti dilansir priangantimurnews dari antaranews Selasa.

Dia menjelaskan pelaksanaan PJJ membuat orang tua memiliki persepsi tidak bisa melihat peranan sekolah dalam proses belajar-mengajar apabila pembelajaran tidak dilakukan secara tatap muka.

Dampak berikutnya adalah kendala tumbuh kembang, yang mana terjadi kesenjangan capaian belajar.

Baca Juga: Pangandaran Menuju Puskesmas dan Rumah Sakit Yang Ramah Anak

“Perbedaan akses dan kualitas selama pembelajaran jarak jauh dapat mengakibatkan kesenjangan capaian belajar, terutama untuk anak dari sosio ekonomi berbeda,” jelas dia.

Kemudian, akan terjadi risiko kehilangan pembelajaran yang terjadi secara berkepanjangan dan menghambat tumbuh kembang anak secara optimal.

Dampak selanjutnya adalah tekanan psikososial dan kekerasan dalam rumah tangga yang mana mengakibatkan anak stres akibat minimnya interaksi dengan guru, teman dan lingkungan luar, ditambah tekanan akibat sulitnya pembelajaran jarak jauh yang menyebabkan stres pada anak.

Baca Juga: Kejutan Untuk Pjs Bupati Pangandaran Dani Rhamdhan

“Juga kasus kekerasan banyak yang tidak terdeteksi, tanpa sekolah banyak anak terjebak pada kekerasan di rumah tanpa terdeteksi oleh guru,” kata dia lagi.

Sebelumnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan pandemi COVID-19 telah berdampak pada tingginya kasus perkawinan atau pernikahan pada anak.

Bintang mengatakan dalam kurun waktu Januari hingga Juni 2020, Badan Peradilan Agama Indonesia telah menerima sekitar 34.000 permohonan dispensasi kawin yang diajukan oleh calon mempelai yang belum berusia 19 tahun.

Baca Juga: Anies Baswedan Rutin Lakukan Swab Tes Antigen

Menteri Bintang menilai tingginya kasus perkawinan pada anak menjadi salah satu penyebab meningkatnya angka anak putus sekolah.

Pemerintah memberikan keleluasaan pada Pemerintah Daerah (Pemda) untuk melakukan pembelajaran tatap muka mulai semester genap 2020/2021 atau Januari 2021. Pemberian izin dapat dilakukan secara serentak atau bertahap per wilayah kecamatan dan atau desa atau kelurahan.

Hal itu berlaku mulai semester genap tahun ajaran 2020/2021 atau bulan Januari 2021. Salah satu alasan pemberian keleluasaan itu adalah untuk mengurangi dampak negatif PJJ.***

 

Editor: Ahmad Ramadan

Sumber: antaranews


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x