Beberapa sumber bahkan menyebutkan Tsunami Vulkanik 2018 terjadi sangat mendadak. Tidak ada getaran dan gemuruh yang menandakan erupsi besar Gunung Anak Krakatau.
Beberapa sumber lain menyebutkan bahwa sebenarnya gempa erupsi terjadi beberapa saat, namun tidak begitu besar.
Sehingga Tsunami Vulkanik yang terjadi benar-benar diluar dugaan, dan bahkan masyarakat sekitar cukup kaget dengan Tsunami yang terjadi.
Baca Juga: Erupsi Kembali Terjadi di Gunung Anak Krakatau, Masyarakat Diminta Untuk Tidak Mendekatinya
Alasan tingginya Vulkanik Tsunami yang terjadi dapat dipengaruhi oleh Landslide Volume, Travel Time, dan Penggenangan Air
Pasca longsor Gunung Anak Krakatau, PVMBG kembali merekam pola letusan Surtseyan dibagian kawah yang longsor.
Elmo Juanara, Peneliti Muda Indonesia asal kampus Japan Advanced Institute of Science and Technology (JAIST), Ishikawa, Jepang. Menanggapi fenomena yang terjadi pada tahun 2018.
Baca Juga: Gunung Anak Krakatau Kembali Erupsi, Jauhi Aktifitas di Radius 5 Kilometer
"Peristiwa runtuhan sayap (flank collapse) dari Anak Krakatau pada Desember tahun 2018 dikarenakan gunung anak krakatau yang terus tumbuh dan terdapat ketidakseimbangan pada salah satu sisinya" ungkap Elmo.
"Sehingga ketika proses aktivitas erupsi terus berjalan, atau adanya getaran maka sisi yang tidak seimbang tersebut runtuh. Keruntuhan inilah yang menyebabkan tsunami yang tidak terdeteksi (silent tsunami)," ujarnya.***