Baca Juga: Gunung Anal Krakatau Erupsi, Lontaran Abu sampai Setinggi 600 Meter
Angka massa longsor tersebut, mampu menyebabkan korban hingga ratusan jiwa. Itu karena perairan krakatau yang dangkal dan Tsunami Vulkanik yang tidak terdeteksi.
Mengapa Bisa Tidak Terdeteksi?
Dr. Mirzam Abdurrahman menyebutkan bahwa ada empat kondisi dimana Tsunami Vulkanik dapat terjadi. Pertama, diakibatkan oleh keruntuhan kolom air akibat letusan gunung api.
Kedua, lahirnya kaldera akibat letusan gunung berapi sangat masif (tahun 1883). Ketiga, longsornya material vulkanik yang terjadi tahun 2018 di Gunung Anak Krakatau.
Empat, aliran piroklastik cepat dari lereng gunung saat letusan gunung berapi terjadi. Itu mendorong air laut, sehingga mengakibatkan gelombang kuat.
Kasus pertama dan kedua didahului oleh penurunan air laut, dan menghasilkan ketinggian gelombang ombak Tsunami Vulkanik yang luar biasa besarnya.
Baca Juga: Gunung Anak Krakatau Muntahan Lava Pijar, PVMBG: Tinggi Capai 350 Meter
Sementara kasus ketiga dan keempat tidak menghasilkan gelombang ombak Tsunami Vulkanik sebesar kasus pertama dan kedua.
Namun dapat menjadi lebih berbahaya karena tidak ada penurunan permukaan air laut. Sehingga sulit terdeteksi, dan masyarakat tidak siap siaga untuk itu.