Baca Juga: Kasus DBD Naik Komisi IV DPRD Kota Tasikmalaya Minta Dinkes Tingkatkan PSN
Masih kata UCR untuk penanganan masalah yang dihadapi tidak cukup dengan teks yang ada ( Qur'an dan Sunnah). Tetapi harus dilakukan juga dengan cara pendekatan lain sesuai dengan kondisi umat yang sudah berkembang.
Ketika kondisi Nabi telah wafat, para Sahabat sudah tiada serta para Tabi'in sudah mendahului, dari sanalah mulai muncul ragam tafsir agama yang berbeda-beda.
"Nah, dalam kondisi ini peran dari para pemegang otoritas sangat diperlukan. Mereka yang memiliki otoritas intelektual secara keilmuan harus saling lapang dada dan jiwa moderat," ucap UCR.
"Kalau masing-masing pihak dalam menyikapi persoalan tidak saling menahan diri dan tidak saling klaim kebenaran bahkan sampai mengkafirkan. Ini bahaya!," tegas UCR. "Walaupun adanya perbedaan adalah Rahmat," tambahnya.
Terkait dengan Moment Peringatan Nuzulul Qur'an, UCR, mengatakan bahwa peringatan Nuzulul Qur'an ini memiliki kedudukan yang sangat penting pula bagi umat Muslim.
Baca Juga: Peringatan Nuzulul Qur'an, Sebagai Semangat Kesadaran Manusia dalam Sejarah Beriman
Peringatan Nuzulul Qur'an sejatinya bisa kembali menghidupkan kesadaran bathin manusia sebagai makhluk yang lemah.
"Manusia akan mati, mengalami gangguan kesehatan, mengalami kelemahan kesadaran, akan mengalami masa purna tugas (pensiun, purnawirawan) dan periodisasi," jelas UCR yang juga merupakan Pembina Majelis Ar-Royyan Singaparna ini.
"Yang perlu menjadi bahan pemikiran bagi kita adalah bagaimana agar bisa menjadi manusia terhormat di dunia dan akhirat kelak. Di dunia menjadi manusia terhormat dan menjadi manusia seutuhnya,"