Sekolah Hilang di Masa Pandemi, Penting Gak Penting Soal Pendidikan Sekarang

- 3 Desember 2020, 19:26 WIB
Ruangan kelas
Ruangan kelas /pixabay
PRIANGANTIMURNEWS-
Sudah masuk akhir tahun 2020, aktivitas belajar sudah tidak sama seperti dulu. Lebih banyak memberikan tugas, ketimbang memberikan penjelasan. 
 
Materi disuguhkan layaknya saling balas pesan. Belajar dan memahami sendiri. Nilai-nilai sekolah tak lagi nampak. Pengajar sudah seperti mesin pencaharian. Pelajar membutuhkan, pengajar memberikan. 
 
Lalu siapa  sebenarnya yang membutuhkan pendidikan. Manusia sudah mulai terbiasa dengan kebiasaan baru. Pandemi ini membuka beradaban baru. Orang-orang lebih suka berselancar di dunia maya, daripada lautan.
 
 
Materi soal Ilmu pengetahuan alam dan sosial seakan hilang begitu saja. Apa sebenarnya pengetahuan itu sehingga perlu sekali manusia lahap. Kumpulan kebenaran ciptaan manusia, yang dirusak sendiri. Bagaimana bisa begitu, pelajaran-pelajaran soal memahami hidup lebih banyak diberikan saat bencana ini terjadi.
 
Pendidikan masih saja memberikan pengetahuan soal perhitungan, daya nalar, dan perkiraan saja. Ketimbang mempertahankan nilai-nilai asli manusia, memanusiakan manusia dengan moral yang ada.
 
Berapa banyak sekarang yang menikah muda, lalu cerai setelahnya. Seakan sebuah permainan, pengetahuan soal menjaga hubungan dan komunikasi yang baik tak pernah diberikan di sekolah.
 
Sampah berserakan setiap sudut bumi, seakan pengetahuan soal lingkungan tak lagi diberikan. Kepedulian terhadap alam, sudah mulai pudar. Teori-teori relativitas lingkungan tidak sepenuhnya tertanam dalam pendidikan.
 
Ada yang hilang untuk pendidikan sekarang. Materi lebih cepat terangkum oleh mesin pencarian Google. Satu kalimat terketik, ribuan jawaban terpenuhi. Apalagi yang dibutukan manusia sekarang? selain mengembangkan kemajuan yang ada.
 
Penting gak penting soal sekolah di zaman sekarang. Pengetahuan seakan kuno untuk dipelajari. Moral sikap dan perilaku terasa lebih penting untuk dimaknai. 
 
Padahal, orang berbicara untuk menghubungkan komunikasi antar manusia. Tak ada materi sekolah tentang berbicara di depan umum itu penting. Karena bahasa yang kita miliki adalah peradaban yang harus dikembangnkan, pengetahuan berasal dari itu.
 
Sekolah mengajarkan kita untuk sama dan setara. Narasi soal toleransi dan keberagaman entah diletakan dimana. Praktik-praktik pendidikan hanya memberi ruang yang tersendat layaknya penjara.
 
Potensi yang dimiliki pelajar dihadang oleh kurikulum-kurikulum. Proses yang dilalui harus sama, sesuai administrasi yang telah ditentukan. 
 
Contoh yang paling eksplisit dan paling cerdas tanpa narasi yang bisa meningkatkan taraf hidup dan kondisi manusia adalah ilmu pengetahuan. Dan pengetahuan dinilai sebagai kebenaran-kebenaran akhir.
 
Berangkat dari sudut pandang ini, kita menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan bukanlah fisika, biologi, atau kimia----ilmu pengetahuan bukanlah sebuah "pokok pembahasan" atau "mata pelajaran"---- tetapi sebuah ajaran moral yang penting sekali (moral imperative) yang diturunkan dari narasi yang lebih besar, yaitu narasi yang memiliki tujuan untuk memberikan perspektif, keseimbangan, dan kesederhanaan untuk belajar.
 
Bisakah manusia lepas dari sekolah, menjawab persoalan-persoalan dunia yang sudah tak lagi waras. 
 
Dikutip dari buku Neil Postman dengan judul The End Of Education pada pengantar penerbit awal. 
 
Sekolah kini kehilangan maknanya sebagai wahana pendewasaan, bagi seluruh penghuni di dalamnya dan otoritas-otoritas yang bersinggungan dengan keberadaanya. Duduk rapih dalam pegangan bangku sekolah, memaksa untuk diam tanpa gerakan.
 
Guru-guru yang bergerak mirip sipir penjara; marah jika dikritik, menolak jika ada usulan, membentak jika ada kesalahan, bahkan memukul ketika ada yang dirasanya pantas dipukul.
 
Kita patut menghawatirkan pendidikan pada kondisi ini.
 
Kecemasan akan masa depan pendidikan sudah berkali-kali dinyatakan oleh para pemikir (pendidikan). Sinisme, satire, dan kredo yang menohok kenyataan praktik-praktik pendidikan muncul tanpa henti; deschooling society (masyarakat bebas dari sekolah) dari Ivan oppressed dalam pandangan Paulo Freire, dan the end education kata Neil Postman.
 
Menurut Neil Postman, pembaruan pendidikan bisa dilakukan jika mengetahui bagaimana seharusnya menyekolahkan anak muda. Dalam pandangan Postman proyek-proyek edukasi tidak identik dengan praktik-praktik pendidikan di sekolah.
 
Pendidikan di sekolah bisa jadi sangat konservatif, terutama karena sekolah lebih berperan sebagai tembok pembatas anak dari pada ruang yang lapang untuk pergerakan pikiran. Proses pendidikan di sekolah bagi para siswa tampak sebagai sosok yang tidak mengenal belas kasihan.***

Editor: Agus Kusnanto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah