Memang sulit, dalam kondisi itu, Soekarno berada diantara dua pilihan yang rumit, persoalan rakyat yang terus disiksa Belanda dan pelanggaran terhadap kepercayaan yang telah diyakini sejak lama.
Untuk membuktikan semuanya, Soekarno meletakkan piring diatas meja dan memandangnya. Dalam hatinya berujar," hai engkau barang mati, tidak bernyawa, dan dungu.
Engkau tidak punya kuasa untuk menentukan nasibku. Kutantang kau, aku bebas darimu sekarang aku makan dari dalammu".***