Penjual Sayur Keliling Berpakaian Ala Direktur, Dagangan Makin Laris

- 11 April 2021, 13:31 WIB
Jujun Arjun (35) pedagang sayur keliling sedang melayani pembeli
Jujun Arjun (35) pedagang sayur keliling sedang melayani pembeli /Pikiran Rakyat/Tati Purnawati

PRIANGANTIMURNEWS - Penjual sayur keliling biasanya berpakaian biasa saja atau bahkan terkesan kumuh.

Tapi tidak dengan Hukum Arjuna (35) meski sebagai penjual sayur keliling pakaiannya rapi berdasi memakai sepatu seperti direktur.

Setiap keliling berjualan sayur bos Arjun warga Blok Wates, Desa Jatisura, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka selalu mengenakan jas lengkap dengan dasi dan sepatu pantofel atau pakaian ala koboy.

Baca Juga: BREAKING NEWS: Terjadi Gempa Susulan Magnitudo 5,5 di Malang, Tak Berpotensi Tsunami

Saat ditemui Pikiran Rakyat sebagaimana dikutip priangantimurnews.com, Minggu 10 April 2021 Jujun tengah mangkal di pinggir jalan di ruas jalan Jatiwangi-Ligung, tepatnya di Blok Wates dengan pakaian rapi, celana jeans, rompi hitam, celana jeans dan baju berdasi,  lengkap dengan sepatu koboy dan tampil dengan rambut kelimis . Dia tengah menjajakan aneka sayuran dengan gerobak yang dipasang di sepeda motornya.

Sejumlah ibu-ibu tengah memilih sayuran yang  ada di gerobak, Jujun berupaya melayani para pembeli mengeluarkan timbangan duduk kemudian mengambil beberapa buah kol untuk ditimbang sesuai pesanan pembeli.

Sepintas tak menduga dia  pedagang sayur keliling, karena berpakaian rapi ala koboy, di Majalengka sedikit tidak lazim.

“Pakaian begini agar menarik saja, biar tampak bersih, rapi. Jangan kumuh, selama ini kan pedagang sayur kesannya kumuh, “ ungkap Jujun yang di media sosial FB akrab dengan sebutan Arjun atau Bos Kubis.

Baca Juga: Digoncang Gempa Magnitudo 6,7, RSUD Mardi Waluyo Blitar Ambruk

Jujun menyebutkan baru dua bulan berjualan sayur keliling di Kampungnya serta ke Desa Pilangsari, karena sebelumnya dia berjualan hamburger di Klender, Jakarta mengkuti jejak uwak dari istrinya sejak belasan tahun lalu.

Belakangan usaha hamburger di Jakarta semakin sepi gara-gara Covid-19 hingga untuk sewa kontrakan sebulan Rp 500.000 saja sulit. Karena pedapatan kotor per hari hanya Rp 100.000.

“Ketika di Jakarta berpikir usaha apa yang bisa dilakukan jika berhenti jualan burger karena rugi terus, mikir setiap malam, cukup lama. Hingga akhirnya saya berpikir menekuni usaha sayur seperti saat masa remaja sebelum menikah. Tapi jika saya jualan sayur harus tampil beda dengan yang lain sekaligus memanfaatkan baju yang ada,” ungkap  Jujun yang aslinya berasal dari Desa Argalingga, Kecamatan Argapura, Majalengka yang menjadi salah satu  pusat pertanian holtikultura.

Dua bulan lalu akhirnya pulang ke kampung halamannya di Blok Wates, untuk berjualan sayuran. Dia diberikan modal oleh istrinya sebesar Rp 1.700.000 untuk membuat gerobak dan modal membeli sayuran.

Baca Juga: Karakter Hubungan Berdasarkan Bulan Kelahiran, Kamu Bulan Apa Nih

Kini setiap sore usai magrib Jujun berbelanja sayuran ke Pasar Induk Maja dengan alasan agar konsisi sayur lebih segar, dan baru pulang sekitar pukul 22.00 malam.

Esoknya  baru berjualan, pagi-pagi  mangkal terlebih dulu di rumah, baru pukul 06.00 WIB ke luar rumah, mangkal di dekat balai kampung. Dan kembali pulang sebelum duhur setelah sayuran habis terjual.

“Sekarang dengan berjualan sayur Alhamdulillah pendapatan bersih bisa Rp 80.000 per hari, keliling dua desa. Saya belanja sayur ke Maja agar lebih segar tapi sudah di rumah, keliling tetep layu karena udara panas,” kata Jujun ayah dua anak ini.

Karena ingin penampilannya lebih menarik ketika berjualan sayur, Jujun berusaha mengenakan pakaian yang berbeda setiap harinya.

Baca Juga: Pemkot Bandung Keluarkan Tiga Kebijakan pada Bulan Ramadhan 2021, Berikut Penjelasannya

Pada hari Senin misalnya dia mengenakan jas, lengkap dengan dasi dan sepatun pantofel. Pada hari Selasa mengenakan baju ala orang berangkat ke kantor, baju putih atau polos sepatu pantofel lengkap dengan dasi.

“Rabu mengenakan baju safari, dan Kamis kembali seragam kantoran. Hari Jumat mengenakan batik serta Sabtu dan Minggu baju koboy lengkap dengan dasi,” kata Jujun.

Semula menurut Jujun, istrinya terus melarang mengenakan pakaian tersebut dengan alasan malu. Tapi Jujun justru berkeyakinan ingin tampil beda dan menarik, hingga akhirnya semua keluarganya mendukung.

Eti bibinya mengatakan,  Jujun keponakannya memiliki banyak dasi dan jas serta baju safari dan rompi. Itua dalah pemberian dari pegawai-pegawai di Jakarta yang menjadi langganan hamburger keponakannya.

Baca Juga: Telah Terjadi Gempa Magnitudo 6,7 di Kabupaten Malang

“Dasi teh mani sa dus (dasi banyak hingga se dus), karena ketika di Jakarga banyak pegawai kantor yang memberinya. Mereka bilang ‘mau ngga pake dasi’, keponakan saya ya mau saja, makanya ketika jualan burger juga sama pake dasi,” ungkap Eti.

Semua baju tersebut  katanya sekarang dikenakan saat berjualan sayuran. “Jalmina kitu Jujun mah acuhan ,” kata Eti sambil memilih sayuran di gerobak keponakannya.

Aan konsumen lainnya mengatakan, dengan penampilan yang nyentrik dan menarik, Jujun kini banyak pelangganya. Setiap pagi dikerubuti pembeli.***
(Tati Purnawati/Pikiran Rakyat)

 

 

Editor: Muh Romli

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah