Waspada Gaming Disorder! Kenali Gejala, Dampak, Risiko dan Pengobatannya

- 17 Mei 2023, 18:57 WIB
ilustrasi gaming disorder
ilustrasi gaming disorder /pixel/

PRIANGANTIMURNEWS - Gaming disorder adalah hal yang lumrah terjadi di lingkungan yang modern saat ini. Namun, tanpa disadari kondisi tersebut memiliki efek buruk bagi pengidapnya.

 

Dalam beberapa waktu, tentu kita pernah menemukan sebuah kasus dimana teman, saudara atau bahkan anak kita tengah cenderung seru dan asik bermain game.

Akan tetapi kecenderungan mereka justru membuatnya lupa waktu, lupa makan, lupa ibadah, temperamen ketika game disudahi, dan histeris ketika kalah.

Baca Juga: Kejutan Indonesia Borong 8 Emas Kejar Thailand, Klasemen Perolehan Medali SEA Games 2023 Kamboja Terupdate!!

Hal tersebut menandakan bahwa mereka tengah mengalami Gaming disorder, yang membuatnya kecanduang dengan bermain game hingga melupakan realitas kehidupan.

Gaming disorder sendiri merupakan sebuah gangguan perilaku dalam bermain game yang tidak normal, berlebihan dan menimbulkan pengaruh negatif.

Baik itu pada aspek ruang lingkup kehidupan pribadi, lingkungan, atau bermasyarakat. Lebih cenderung menimbulkan karakter toxic.

Penyakit ini dikategorikan dalam Klasifikasi Penyakit Internasional bernama ICD-11 yang ditandai hilangnya kontrol dalam bermain sebuah game.

Baca Juga: Gubernur Lampung Arinal Djunaidi Minta Petugas Haji Memperhatikan Jamaah Lansia

Menyebabkan mereka lebih mengutamakan bermain game dan melupakan aspek: kegiatan sosial, fungsi keluarga, lingkup pribadi, pekerjaan dan bahkan pendidikan.

GEJALA

Orangtua, keluarga, atau teman perlu mengetahui gejala atau tanda seseorang mengalami Gaming Disorder.

 

Pencegahan diawal lebih baik daripada pengobatan anak yang sudah mengidap Gamis Disorder garis keras. Berikut adalah gejala yang muncul:

1. Kurang atau hilangnya kontrol terhadap kebiasaan/alokasi waktu bermain bermain game

2. Lebih mengutamakan bermain game daripada minat dan aktivitas lain

3. Terus bermain game tanpa memikirkan dampak negatifnya

Baca Juga: Terkabul! Liga 1 Resmi Pakai 6 Pemain Asing! Persib Langsung Datangkan Bek dan Playmaker Anyar, Cek Faktanya

DAMPAK

Dampak dari pengidap Gaming Disorder ini akan berpengaruh terhadap kestabilan mental, kedewasaan dan pertumbuhan karakter.

Diantaranya dampak tersebut akan berimbas secara perlahan, semakin parah maka dampak terhadap mental semakin besar pula.

1. Mudah marah
Awalnya kondisi tersebut hanya akan terjadi ketika mereka mengalami kekalahan, namun karena ambisinya untuk menang hal tersebut akan berpengaruh terhadap lingkungannya.

Misal, penderita akan marah ketika diganggu, permainan dianggap tak becus atau ketika diingatkan untuk makan dan ibadah yang mengganggu fokus bermainnya.

2. Depresi
Menang dan kalah, dalam sebuah game adalah hal yang biasa. Termasuk dalam kompetisi, namun pengidap Gaming Disorder akan merespon hal tersebut dengan depresi.

Baca Juga: Menteri Kominfo Jhonny G Plate Jadi tersangka korupsi BTS, Kerugian Negara Capai 8 Triliun

Bagi mereka kemenangan adalah mutlak, sehingga ketika mereka bertemu dengan lawan yang terlalu kuat dan kalah terus akan membuatnya depresi.

Membuat mereka tak memiliki emosi lain selain sedih di kehidupan nyatanya.

 

3. Rasa Cemas yang Hanya pada Game
Layaknya orang kecanduan, mereka yang mengidap Gaming Disorder akan merasakan kecemasan walau sehari saja tidak bermain game.

Entah alasannya takut kehilangan poin hadia, takut turun peringkat, takut ditinggal teman setim, atau bahkan takut tidak dapat karakter baru.

Bahkan kecemasannya tersebut mengalahkan kecemasan waktu ujian, atau bahkan kecemasan ketika diputuskan oleh si pujaan hati dan dimarahi orang tua.

Baca Juga: Bintang Persib Ke Eropa! Pelatih Thailand Beri Pengakuan Mengejutkan Untuk Beckham Putra

4. Tingkat Stres yang Meningkat

Dalam tingkatan ini, orang yang mengidap Gaming Disorder benar-benar berubah menjadi orang yang toxic di lingkungannya dan selalu menjadi akar masalah.

Tentu kita pernah mendengar kasus bahwa uang orang tua habis gara-gara anak main game bukan? atau istri menceraikan suami gara-gara kecanduan main game.

Kondisi tersebut mempengaruhi realitas yang ada, seperti membuat uang melayang, rumah tangga rusak, karir hancur, berujung pada judi, dan bahkan pada

Serta dalam kondisi permainan profesional turnamen Gaming Disorder akan meruntuhkan manajemen keprofesionalitasan tim dalam berkompetisi.

Baca Juga: Cerita Sumardji yang Terluka Usai Imbas Bentrokan di Final SEA Games 2023: Tak Ada Pihak Thailand Minta Maaf

RISIKO

Risiko lebih jauh, yang diakibatkan oleh Gaming Disorder tersebut akan berimbas pada kondisi kesehatan fisik yang nyata dan kerusakan hubungan.

1. Permasalahan tidur menyebabkan tidak konsentrasi belajar.
2. Obesitas karena kurangnya olahraga
3. Kurang gizi, kurus karena sering menunda makan dan lebih memilih makan makanan ringan.

 

4. Kesehatan yang menurun akibat stres dan kurang tidur.
5. Rusaknya hubungan keluarga atau pertemanan
6. Menjadi manusia game yang tak memiliki mimpi dan cita-cita selayaknya manusia.

Baca Juga: 17 Mei Diperingati Sebagai Hari Buku Nasional! Inilah Sejarah dan Sosok Penentunya

PENGOBATAN

1. Melakukan Keluarga

Mereka yang mengalami Gaming Disorder adalah orang-orang yang memandang kesenangan itu hanya terletak dalam game saja.

Hal tersebut bisa berasal dari dampak kurangnya perhatian keluarga, atau pasangan dalam melakukan aktivitas yang bermanfaat, hobi atau kesenangannya.

Dalam hal ini, terapi keluarga bisa menjadi pengalih kesenangan mereka dalam bermain game.

Contoh seperti selalu piknik di akhir pekan, sesi curhat orangtua-anak, pengarahan terhadap hobi mereka, serta memotivasi mereka dalam belajar dengan memberi hadiah.

Baca Juga: RESMI!! Berita Transfer Liga 1 BRI 2023 Paling Viral: No 4 Fix Gabung Persib, M Sabillah ke PSIS!

2. Melakukan Terapi Kelompok

Hal ini hampir sama seperti terapi keluarga namun dilakukan dalam skala kelompok, bisa disatukan dengan sesama pecandu atau yang normal.

Hal tersebut untuk meningkatkan jiwa sosialisasi mereka, serta menimbulkan ketertarikan baru terhadap lingkungan dan orang lain.

 

Dalam lingkup sekolah, biasanya hal tersebut berupa kebijakan larangan aktivitas HP di kelas atau camping tanpa HP.

Hampir 50 persen terapi ini bisa meningkatkan naluri sosialisasi alami Gaming Disorder, dengan catatan mereka tidak mengeluh di awal.

Baca Juga: Jabatan 16 Kepala Daerah di Jawa Barat berakhir 2023, Mana Saja, Simak Berikut ini

3. Melakukan Terapi Personal

Dalam terapi ini, dilakukan secara pribadi yang menyadari bahwa pribadinya mengalami gejala Gaming Disorder dengan adanya perubahan perilaku.

Dalam rangkaiannya dapat melakukan pembatasan waktu bermain game, pengalihan ke hobi baru, dan mencari aktivitas lain yang bermanfaat.

Serta memulai kegiatan baru yang memicu pikiran yang lebih luas seperti membaca artikel atau buku, olahraga, atau aktivitas sosial serta les tambahan.

Baca Juga: Kabar Mengejutkan, Desta Mahendra Tiba-tiba Gugat Cerai Istrinya, Natasha Rizki

4. Menghadap Psikiater dan Menjalankan Psikoterapi

Tidak selamanya Gaming Disorder berakar dari kesenangan dari euforia bermain game saja, namun beberapa alasan lain bisa dipicu karena lingkungan.

Dalam beberapa kasus misalnya anak berada di lingkungan pecandu game , yang tentu dirinya akan didiskriminasi saat itu ketika tidak melakukan hal yang sama.

Sehingga walau mereka sudah tidak satu sekola lagi, kecenderungan itu masih ada karena pengaruh teman-teman masa kecil mereka.

 

Atau kurangnya kontrol keluarga, bisa jadi salah satunya tidak terpenuhi fungsi keluarga sebagai media untuk menghabiskan waktu bersama.

Bisa pula karena tingkat stress akibat tekanan pekerjaan atau pelajaran yang pada akhirnya mencari kesenangan bermain game dan menimbulkan kecanduan.

Baca Juga: Jarang Ditimpa Isu, Desta Mahendra Tiba-tiba Ajukan Gugatan Cerai untuk Natasha Rizki

Sehingga perlu mencari solusi jalan tengah untuk menghadapi permasalahannya, yang sebenarnya cukup seius.***

 

Editor: Galih Cipta Nugraha

Sumber: kemenkes.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x