AP Hasanudin Jadi Tersangka Kasus Ujaran Kebencian, Bareskrim: Tidak Menutup Kemungkinan ada tersangka lain

2 Mei 2023, 08:03 WIB
Direktur Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Adi Vivid A Bactiar memberikan keterangan pers kasus pengancaman terhadap warga Muhammadiyah di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin 1 Mei 2023. ANTARA/Laily Rahmawaty. /

PRIANGANTIMURNEWS -  Polisi telah menetapkan Andi Pangerang (AP) Hasanuddin menjadi tersangka dalam kasus ujaran kebencian dan pengancaman terhadap warga Muhammadiyah.

 

Namun dalam kasus tersebut polisi menyebut tidak menutup kemungkinan ada teraangka lain.

Direktur Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Adi Vivid A Bactiar menyebut dalam kasus ujaran kebencian dan pengancaman terhadap warga Muhammadiyah, selain AP Hasanuddin bahwa tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain.

Baca Juga: Peneliti BRIN Resmi Ditangkap Usai Halalkan Darah Muhammadiyah

“Tapi nanti tidak menutup kemungkinan apabila nanti dalam percakapan itu kami temukan lagi, karena memang ada beberapa percakapan yang dihapus,” kata Vivid di Jakarta, Senin 1 Mei 2023.

Menurut Vivid, dalam penyelidikan saat ini pihaknya baru menetapkan satu orang tersangka, yakni AP Hasanuddin.

Vivis pun mempersilahkan apabila ada dari rekan-rekan media, atau warga-net yang menemukan lagi ada kata-kata yang mengandung unsur yang sama seperti yang dilontarkan AP Hasanuddin, dapat melapor ke penyidik Dittipidsiber Bareskrim Polri.

 

Baca Juga: BRIN Akhirnya Minta Maaf Atas Ancaman Pembunuhan dari Salah Seorang ASN nya Terhadap Warga Muhammadiyah!

Karena, kata dia, ada beberapa percakapan dalam unggahan diskusi di akun Facebook milik Thomas Djamaluddin yang dikomentari oleh AP Hasanuddin telah dihapus.

“Mungkin nanti rekan-rekan media atau netizen yang menemukan lagi ada kata-kata yang mengandung unsur seperti ini silahkan melaporkan ke kami. Jadi memang ada beberapa yang dihapus dalam percakapan tersebut,” kata Vivid.

Terkait ancaman yang dilontarkan AP Hasanuddin dalam komentarnya tersebut, Vivid mengatakan tersangka tidak ada indikasi untuk mewujudkan kata-katanya tersebut dalam sebuah tindakan.

“Karena yang bersangkutan latar belakangnya adalah ilmuan, cuma beliau mungkin capek, lelah karena berdebat panjang akhirnya muncul emosi muncul kata-kata yang tidak pantas yang tidak seharusnya diucapkan oleh seseorang yang memiliki latar belakang keilmuan cukup bagus,” kata Vivid.

Baca Juga: Keterlaluan! Anggota Peneliti BRIN Halalkan Darah Muhammadiyah, Netizen Murka

Vivid menambahkan, tersangka AP Hasanuddin menyadari kekeliruannya, dan tidak ada indikasi mewujudkan dengan benar-benar akan membunuh warga Muhammadiyah seperti yang ditulisannya dalam komentar di akun Facebook Thomas Djamaluddin.

 

Selain itu, dalam pemeriksaan penyidik memastikan kondisi AP Hasanuddin saat menulis komentar itu pada tanggal 21 April pukul 15.30 WIB di Jombang sedang dalam keadaan sehat, tidak dalam pengaruh alkohol ataupun obat-obatan terlarang.

“Yang bersangkutan menyampaikan, karena diskusi sudah panjang dan tidak ada ujungnya, akhirnya beliau merasa lelah dan emosi, terucaplah kata seperti itu. Memang sangat tidak pantas, menantang bunuh satu per satu, itu sangat tidak pantas diucapkan seorang yang keilmuannya tinggi,” kata Vivid.

“Balik lagi ada kekhilafan seorang manusia,” kata Vivid menambahkan.

Peneliti Astrologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) AP Hasanuddin telah ditetapkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian berdasarkan SARA dan/atau ancaman kekerasan menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi melalui media elektronik.

Ia disangkakan dengan dua pasal, yakni Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Kemudian Pasal 45 b juncto Pasal 29 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.***

Editor: Muh Romli

Sumber: Antara

Tags

Terkini

Terpopuler