Akan tetapi bagi mahasiswa yang suka di lapangan, kerja sosial, magang, dan sebagainya, jika diwajibkan menyusun skripsi dalam bentuk riset justru menjadi beban.
Terkait dengan tempat magang yang dapat disetarakan sebagai skripsi, dia mengatakan bagi Unsoed yang berlokasi di daerah, hal itu tidak menjadi kendala.
"Walaupun Unsoed di daerah, tetapi tempat magangnya sudah ada yang di Jepang. Saat magang, mereka bisa mengambil data-data yang ada di sana," ungkapnya.
Dengan data-data yang ada di Jepang, kata dia, memungkinkan mahasiswa berkonsultasi dengan calon pembimbing untuk menjadikannya sebagai laporan tugas akhir yang dapat disetarakan dengan skripsi.
Kendati demikian, Rektor mengatakan poin yang paling penting bahwa di situ ada capaian pembelajaran dari kegiatan tersebut.
"Yang saat sekarang sedang diupayakan bersama itu berkaitan dengan higher order thinking skills (HOTS) seperti critical thinking dan problem solving. Artinya, mereka pada saat menemukan sesuatu yang sangat berguna, kemudian dituliskan, itu sangat bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain," katanya.
Selain itu, kata dia, kreativitas dan inovasi yang mungkin ditemukan mahasiswa saat magang di suatu wilayah dapat menjadi sesuatu yang menarik.
Oleh karena itu, lanjut dia, Unsoed menyambut baik kebijakan yang membolehkan mahasiswa lulus tanpa skripsi namun tetap harus ada batas-batasnya karena jika passion-nya di riset, pihaknya tetap melayani skripsi.
"Jadi, kebijakan tersebut dapat menjadi pilihan, sebagai alternatif, tidak harus dalam bentuk riset-riset seperti yang banyak dilakukan," demikian Akhmad Sodiq. ***