Siapa Sosok Al Burhan? Kepala Negara De Facto Militer Sudan dari Kubu Militer

17 April 2023, 15:37 WIB
Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan, komandan militer yang menjadi Kepala Negara De Facto Sudan saat ini. /Instagram @saberafricano/

PRIANGANTIMURNEWS - Jenderal Abdel Fattah al-Burhan adalah komandan militer yang menjadi Kepala Negara De Facto Sudan saat ini.

Perang saudara pecah kembali di Sudan, pada Sabtu 16 Maret 2023. Antara kubu militer dengan Pasukan Dukungan Cepat Paramiliter (RSF).

Kedua kubu kini saling bersikutan, memperebutkan posisi, padahal mereka yang telah bekerjasama sebelumnya. Demi kemajuan negara menuju pemerintahan sipil.

Baca Juga: Perang Sudan Meletus, Kubu Militer Berebut Kekuasaan Tewaskan 56 Warga Sipil

Perang saudara Sudan pada hari ke-2, telah menyebabkan 56 orang warga sipil meninggal dan hampir 600 orang terluka.

Jenderal Abdel Fattah al-Burhan adalah komandan militer yang memimpin pasukan melawan RSF yang dipimpin oleh mantan rekannya Mohamed Hamdan “Hemedti” Dagalo.

Para pengamat perang mengatakan Kubu Militer Sudan tampak memiliki kekuatan yang lebih unggul untuk daripada kubu RSF.

Lantas siapa sebenarnya sosok pria yang selama ini bertahun-tahun menjadi pemimpin de facto di Sudan ini?

Baca Juga: Diduga Mengetahui Video Presidennya 'Ngompol' Tersebar, 6 Jurnalis Sudan Ditahan!

 

Sepak terjang di Darfur

Nama Al-Burhan tidak terlalu terkenal sebelum menginjang tahun 2019. Namun, dirinya memiliki peran aktif dalam militer negara Sudan jauh sebelum itu.

Penempatannya di Darfur pada awal tahun 2000 selama konflik, menaikkan namanya dan menjadi komandan regional pada tahun 2008.

Saat mantan Presiden Omar al-Bashir dan pejabat tinggi Sudan lainnya didakwa dengan kejahatan genosida dan kemanusiaan oleh Pengadilan Kriminal Internasional.

Al Burhan tidak menjadi bagian dari kejahatan yang terjadi di Darfur tersebut.

Baca Juga: Arab Saudi Dukung Mesir dan Sudan Atas Sengketa Bendungan Ethiopia

Begitu pula Mohamed Hamdan “Hemedti” Dagalo. kepala RSF, mantan sekutu dan rekannya yang menjadi lawannya saat ini.

Selama bertahun-tahun, Al-Burhan menjauhkan diri dari kekejaman yang dilakukan Darfur.

Dimana militer saat itu, yang didukung oleh RSF telah menumpas pemberontakan dalam konflik yang menewaskan sekitar 300 ribu orang dan menelantarkan 2,7 juta lainnya.

Peristiwa Pemberontakan, kudeta, dan transisi sipil yang tergelincir.

Baca Juga: Mau Perang Sarung, 13 Remaja di Tangerang Diamankan Polsek Cisoka

Al-Burhan telah melakukan perjalanan ke Yordania dan Mesir untuk pelatihan militer dan telah menjadi kepala staf tentara Sudan Pada tahun 2019.

Posisi tersebut adalah posisi strategis yang akhirnya mempromosikan namanya pada tahun Februari 2018.

Ketika peristiwa pemberontakan yang menggulingkan al-Bashir terjadi pada April 2019 terjadi, mengakhiri hampir 30 tahun pemerintahannya.

Al-Burhan adalah inspektur jenderal angkatan darat dan jenderal paling senior ketiga di Sudan saat itu.

Baca Juga: Resmi Kembali dari Wajib Militer, Baekhyun EXO Akan Menyapa Para Penggemar

 

Di tengah protes populer terhadap menteri pertahanan era Bashir yang memimpin Dewan Militer Transisi (TMC) pasca pencopotan, Al-Burhan diangkat menjadi kepala TMC.

Beberapa bulan kemudian, tekanan internasional mengarah pada pembentukan Sovereign Council (SC).

Yaitu sebuah kemitraan sipil-militer untuk mengarahkan negara menuju pemilu tahun ini, menggantikan TMC.

Sebagai kepala SC, Al-Burhan otomatis menjadi kepala negara Sudan secara de facto. Bekerja berdampingan dengan kekuatan sipil pro-demokrasi di negara tersebut.

Baca Juga: Heboh! Puluhan Pria Korea Selatan Berpura-pura Epilepsi untuk Hindari Wajib Militer

Tapi, pada tahun 2021 al-Burhan dan wakilnya Hemedti dari RSF memimpin kudeta dan merebut kekuasaan. Menggagalkan jalan singkat Sudan menuju demokrasi.

Sebagai kepala negara de facto, Al-Burhan telah menjalin hubungan sangat dekat dengan negara-negara Muslim tetangga. Seperti Uni Emirat Arab, Arab Saudi dan Mesir.

Al-Burhan aktor dari negara-negara tetangga yang telah mendorong jenderal militer sudan termasuk Hemedti (kepala RSF), untuk mendukung pencabutan mantan Presiden Al-Bashir.

Negara-negara teluk khususnya memberikan bantuan dalam jumlah besar kepada Sudan ketika pasukan Sudan dikerahkan dalam koalisi pimpinan Arab Saudi.

Baca Juga: Oknum Pasangan Prajurit TNI Ketahuan LGBT, Pengadilan Militer Jatuhkan Hukuman Penjara

Demi berperang melawan pemberontak Houthi yang bersekutu dengan pasukan Iran di Yaman.

Al-Burhan memiliki hubungan dekat dengan Mesir, kedua pasukan negara telah mengadakan latihan militer bersama.

Bahkan Al-Burhan sendiri telah berlatih dengan banyak jenderal Mesir di perguruan tinggi militernya.

Hubungan Militer dan RSF yang Memburuk

Hubungan antara tentara dan RSF telah memburuk untuk sementara waktu karena partai-partai berebut kekuasaan.

 

Baca Juga: Inggris Menjanjikan Bantuan Militer Sebesar US$375 Juta Untuk Ukraina

Mereka melakukan kekerasan satu sama lain, konflik terbaru saat ini merupakan artikulasi dari gesekan tersebut.

Di bawah kerangka kerja yang dicapai Desember 2022 antara Militer, RSF dan pasukan pro-demokrasi sipil Sudan.

Militer setuju untuk kembali ke baraknya dan RSF akan diserap masuk dalam barisannya. Kedua kekuatan tersebut akan disatukan, di bawah kepemimpinan tentara.

Ketika waktu semakin dekat untuk penandatanganan perjanjian, dan untuk mulai menerapkan perjanjian tersebut.

Baca Juga: Bintang Drama 'Semantic Error', Park Seo Ham Dikabarkan telah Mendaftar Militer

Aliansi tampaknya mengalami pergeseran dan wacana publik menjadi lebih tegang.

Pecahnya konflik baru-baru ini telah menghancurkan banyak harapan rakyat Sudan untuk pemulihan pemerintahan sipil sepenuhnya.***

Editor: Sri Hastuti

Sumber: Al Jazeera

Tags

Terkini

Terpopuler