"Waktu perizinan masih di pemerintah daerah, banyak masyarakat yang merasa berat membuat legalitas untuk kegiatan pertambangan. Itu membuat banyak galian yang tidak berizin," ucapnya.
Baca Juga: Menteri Riset dan Teknologi Meminta Pengembangan Vaksin Merah Putih Dipercepat
Diakui dia, saat ditugaskan oleh Gubernur Jabar melakukan monev (monitoring dan evaluasi) ke kota/kabupaten, sebagian besar tidak memiliki izin resmi, sehingga tidak ada retribusi.
Selain itu, lanjut dia, saat pengusaha pertambangan tidak memiliki izin, kegiatan pertambangan mereka akan sporadis dan tidak terukur. Pemerintah pun akan kesulitas memantau dan mengawasi. Hal itu tentu akan berdampak pada kondisi lingkungan dan masyarakat sekitar pertambangan.
"Sebetulnya para pengusaha ingin punya legalitas dan ketenangan dalam usahanya. Tapi karena dianggap sulit untuk mendapatkan rekomendasi dari pemerintah, maka mereka tidak memiliki izin," katanya.
Baca Juga: BMKG : Jakarta Harus Bersiap Hadapi Hujan dan Angin Kencang
Uu berharap ada kuota atau batas luas tertentu untuk sekian hektare izin menjadi kewenangan kabupaten/kota, dan sekian hektare di pemerintah provinsi. "Dan untuk sekian hektare baru izin dari pusat," ujarnya.
Uu pun berharap pemerintah pusat kembali mengkaji kebijakan tersebut secara komprehensif, sehingga kewenangan yang diputuskan menjawab masalah sesungguhnya di lapangan.
"Harapan kami pemerintah pusat memberikan mekanisme yang jelas tentang pengurusan izin," ucapnya. ***
(Novianti Nurulliah)