Ia menjadi paku bagi bumi agar bumi menancap kuat. Bila paku itu dicabut, maka bumi akan kiamat.
Baca Juga: Panglima Besar Soedirman, Jenderal dari Banyumas, Ini Sejarah Singkatnya
Ketika Soeharto menjadi Presiden, ia memaku dirinya pada jagat bernama Indonesia sehingga ketika paku itu dicabut, Indonesia menjadi goyah.
Lepasnya paku tersebut tidak lepas dari oncate wangsit keprabon, yakni meninggalnya Bu Tien pada tahun 1996.
Dari sini, kita bisa memahami bahwa Soeharto menggunakan simbol kekuasaan raja sebagai basis kekuatan politiknya. Ia menjadikan dirinya sebagai sosok yang mistik, penuh klenik, dan spiritualis.
Hal ini tidak lepas dari latar belakang keluarganya yang dekat dengan mistisme Jawa, baik keluarga istrinya maupun keluarganya sendiri.
Saat menjadi Presiden, filosofi itu tidak ditinggalkannya. Salah satu ciri utama filosofi Jawa yang benar-benar dihayati Soeharto adalah penghormatan terhadap harmoni dan keselarasan hubungan diantara manusia dan alam semesta.
Baca Juga: Liga Champions: Inter Milan Tak Scudetto Bukan Artinya Gagal
Dalam menjaga harmonisasi dengan alam, banyak sekali upacara yang dipertahankan oleh Soeharto.
Soeharto percaya dengan mempraktikkan upacara-upacara itu, ia akan memperoleh kebijaksanaan dan harmoni.
Ia begitu konsisten menyelenggarakan selamatan baik pada upacara kelahiran, ulang tahun, pernikahan, maupun kematian.