Pindahnya Kekuasaan Presiden Soekarno ke Tangan Sutan Sjahrir

- 16 Juni 2022, 12:10 WIB
Potret Soekarno dan Sutan Sjahrir.
Potret Soekarno dan Sutan Sjahrir. /

PRIANGANTIMURNEWS- Rapat Komite Nasional kedua pada 16 Oktober 1945 merupakan salah satu titik penting perjalanan politik Sjahrir.

Sjahrir diangkat menjadi Ketua Komite,"Secara aklamasi," ditulis Mangunwijaya.

Rapat yang dihadiri Wakil Presiden Mochamad Hatta itu, Presiden Soekarno tidak hadir berlangsung ricuh. Saling serang terjadi antara kelompok pro dan kontra Jepang.

Baca Juga: KASUS SUBANG TERANYAR: Beberapa Bukti Kejanggalan Yoris dan Istrinya 

Kendati demikian, kedua kubu sama-sama menyadari bahwa membangun Negara Republik Indonesia yang merdeka menghadapi rintangan berat.

Belanda, yang merupakan bagian dari Sekutu belum menerima kemerdekaan Indonesia. Sjahrir, yang sebelumnya sudah memprediksi sikap sekutu itu, berpendirian, menghadapi Belanda, termasuk Sekutu, tidak bisa lagi dengan senjata, tapi harus lewat diplomasi.

Rapat diwarnai pandangan sejumlah tokoh bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat tak bisa dibentuk cepat.

Baca Juga: KASUS SUBANG TERUNGKAP: Sosok Mr X Bongkar Siapa Pelaku Pembunuhan Ibu dan Anak

Presiden Soekarno pun, dalam berbagai tulisan, disebutkan berpendapat demikian. Dengan suara bulat, akhirnya rapat memutuskan, sebelum Majelis dan Dewan terbentuk, kekuasaan Presiden dialihkan ke Komite.

"Usul ini diterima Presiden Soekarno, meski dia tidak hadir," papar Rushdy Hoesein, sejarawan Universitas Indonesia.

Sebagai landasan pengalihan kekuasaan itu, Pemerintah lantas menerbitkan Maklumat Nomor X yang ditandatangani Wakil Presiden Mochamad Hatta.

Baca Juga: Saksikan Pertandingan Sengit Antara Persib vs Persebaya, di Piala Presiden 2022, Berikut Jadwal dan Link Live

"Maklumat ini berarti Presiden menyerahkan kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Komite Nasional," Rushdy Hoesein melanjutkan. Presiden tak lagi berhak membuat undang-undang.

Mulai saat itu juga Komite menjadi badan legislatif yang bertugas menyusun undang-undang dan garis-garis besar haluan negara.

Maklumat nomor X menandakan berakhirnya kekuasaan luar biasa Presiden dan riwayat Komite Nasional sebagai pembantu Presiden.

Baca Juga: Profil Darwin Nunez Si Anak Pemulung yang Menjadi Pemain Termahal Liverpool: Saya Tidak Akan Lup

Dalam rapat itu juga di bentuk Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat yang melaksanakan tugas komite sehari-hari. Sjahrir ditunjuk sebagai Ketua Badan Pekerja, sementara Amir Sjarifoeddin menjadi wakilnya.

Pada 11 November 1945, Sjahrir diangkat sebagai formatur kabinet baru yang bertanggungjawab kepada Komite Nasional, bukan Presiden Soekarno. Pada 14 November 1945, Sjahrir, yang kala itu berusia 36 tahun, diangkat sebagai Perdana Menteri.

Dia juga menjabat menteri luar negeri dan dalam negeri sekaligus. Amir, selain sebagai wakil Perdana Menteri, menjadi menteri penerangan dan keamanan umum.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Aries Kamis, 16 Juni 2022, Saatnya Anda untuk Menikah

Pindahnya Kekuasaan Presiden Soekarno ke tangan Sjahrir ini membuat sejumlah kalangan beranggapan Maklumat Nomor X tak ubahnya usaha kudeta yang halus."Tidak berdarah dan tidak bersuara, The Silent coup," begitu tulis B.M. Diah dalam bukunya, Butir-butir Padi.

Diah adalah tokoh pemuda yang ketika itu bersebrangan dengan Sjahrir.

Diah menilai yang dilakukan kelompok pemuda, termasuk Sjahrir, hanyalah demi kekuasaan. Menurut dia, tak ada bukti yang menunjukan kemerdekaan Indonesia bikinan Jepang.

Baca Juga: Empat Siswa SMAN 1 Tasikmalaya Jadi Juara OSN 2022

Ketika Sjahrir mengetahui rakyat begitu menghormati dan mencintai Soekarno,"Tetap saja mereka (Kelompok Pemuda) berusaha memisahkan dwitunggal Soekarno-Hatta," tulis Diah.

Usaha kelompok pemuda untuk menggolkan Sjahrir, menurut Diah, dimulai dengan menambah Anggota Komite Nasional yang pro-Sjahrir. Mereka kemudian mengajukan petisi kepada Presiden Soekarno agar Sjahrir ditampilkan sebagai pemimpin perjuangan untuk kemerdekaan.

Dirancang pula agar Sjahrir menjadi perdana menteri."Padahal Undang-Undang Dasar 1945 tidak membenarkan pemimpin Negara dijadikan perdana menteri," papar Diah.***

Editor: Galih R

Sumber: Buku Sjahrir Peran Besar Bung Kecil


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x