Sutan Sjahrir Pernah Menginjakan Kaki di Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya

12 Juni 2022, 06:54 WIB
Ilustrasi Sutan Sjahrir saat berkununjung ke Karangnunggal Tasikmalaya /Sjahrir Peran Besar Bung Kecil/

PRIANGANTIMURNEWS- Sutan Sjahrir mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia pada 1932. Ia mulai membangun kader bawah tanah di sejumlah wilayah. Seperti Bandung, Garut, Tasikmalaya, Sumedang dan Cirebon.

Ali Boedihardjo, kader yang kemudian menjadi sekretaris pribadinya mengatakan Sjahrir banyak melaksanakan perjalanan ke berbagai tempat di Jawa dengan misi politik.

Sjahrir, misalnya, bisa saja mendadak muncul dan mengatakan baru dari Cirebon, Semarang, atau Surabaya dengan membawa pengalaman lucu. Menurut dia, Sjahrir cukup rinci tentang pertemuan dengan tokoh politik.

Baca Juga: Dua Jemaah Haji Asal Indonesia Meninggal Dunia di Madinah, Akan Dapat Asuransi

"Tidak sedikit pun ia bercerita tentang hal yang mereka bicarakan," kata Ali suatu ketika.

Ucu Aditya Gana, mahasiswa Pascasarjana Universitas Indonesia yang sedang meneliti pemikiran Sjahrir, mengatakan Pendidikan Nasional Indonesia tidak pernah menjadi organisasi besar.

Jumlah anggotanya tidak lebih dari seribu orang. Bandingkan dengan Partai Indonesia atau Partindo Pimpinan Soekarno, yang anggotanya mencapai 20 ribu orang.

Ucu mengatakan sebagian orang yang di rekrut Sjahrir pada masa pendudukan Jepang dan masa berikutnya merupakan anggota elite intelektual.

Baca Juga: Pencuri Bersenjata Api Melepaskan Tembakan pada Warga yang Memergoki Aksinya

Mereka memperoleh pendidikan dasar dan menengah Belanda dan melanjutkan studi ke perguruan tinggi di Indonesia. Kelompok terpelajar itu kebanyakan dari kalangan berpengaruh dan kaya.

"Sjahrir lebih menekankan pada gerakan kader ketimbang masa," katanya.

Pola pengkaderan berlangsung hingga Sjahrir kemudian mendirikan PSI pada 1948. Dalam kongres pertama pada 1952, PSI hanya memiliki 1.049 anggota dan 14.480 calon anggota.

Bandingkan dengan Masyumi yang mengklaim memiliki enam juta anggota. Partai Komunis Indonesia yang banyak dilumpuhkan dalam peristiwa Madiun pada 1948 memiliki anggota sekitar seratus ribu.

Baca Juga: Tahanan Polrestabes Medan Tewas dalam Penjara dan Dipaksa Masturbasi Pakai Balsem

Ketika kongres kedua pada Juni 1955, anggota PSI bertambah menjadi 50 ribu orang. Tetapi PKI waktu itu mengkalim memiliki anggota 10 kali lebih banyak. Adapun Partai Nasional Indonesia mengaku mempunyai anggota beberapa juta orang.

Dalam pemilihan 1955, PSI hanya meraih lima kursi. John D. Legge, dalam bukunya Kaum Intelektual dan Perjuangan Kemerdekaan, mengatakan kegiatan politik massa bukan satu-satunya tolok ukur keberhasilan partai.

Pemikiran PSI bertahan hingga sekarang."Fakta bahwa partai ini mewakili aliran moral dan politik di Indonesia," kata Legge.

Di Cirebon gerakan pemuda sosialis bertahan dan berinteraksi dengan generasi sebelumnya. Sukardi, 72 tahun, aktivis sosialis, masih menjalin komunikasi dan berdiskusi dengan pemuda seperti Mondi Suherman.

Baca Juga: KASUS SUBANG TERUNGKAP: Orang Ini yang Sebenarnya Masuk TKP di Tanggal 19, Ada Aparat dan Paket juga

Meski ada perbedaan usia yang mencolok, keduanya saling memanggil "Bung". Walaupun PSI dibubarkan, di antara kader dan simpatisan ternyata tidak pernah putus tali silaturahmi," kata Sukardi.

Rahman Tolleng, aktivis sosialis, pernah melakukan kunjungan ke Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya. Rupanya, Sjahrir pernah datang ke daerah pesisir selatan ini.

"Di beberapa rumah gambar Sjarir masih terpampang meski yang masih hidup tinggal anak cucu para kader," kata Tolleng.

Satu diantara kader Sjahrir kini menghuni sebuah rumah mungil di kawasan Kebon Kacang, Jakarta Pusat.

Baca Juga: Prediksi Jadwal Kedatangan Jenazah Eril Mulai dari Datang ke Indonesia hingga Dimakamkan

Sang kader, Koeswari, 83 tahun, memajang lukisan cat air yang bergambar Sjahrir sedang berpose menghadap ke samping.

Ia tak pernah memindahkan lukisan itu sejak di pasang hampir setengah abad lalu Koeswari adalah kader generasi pertama Partai Sosialis Indonesia yang didirikan Sjahrir pada 1948. Ia masuk Dewan Pimpinan Partai yang dipimpin Sjahrir hasil Kongres 1955 bersama 50 orang lainnya.

"Mereka semua sudah meninggal," katanya dengan mata berkaca-kaca. Ia lalu menatap lukisan Sjahrir itu. Tepat dosisnya ada foto Koeswari bersama dua aktivis partai pada sekitar 1950.

Koeswari dulu buruh perkebunan kopi dan sawit di Dampit, Malang, Jawa Timur. Tidak pernah merasakan pendidikan formal. Ia belajar membaca dan menulis secara otodidak.

Baca Juga: Viral rekaman CCTV Minimarket di Jaktim Dirampok Menggunakan Senjata Api

Ia banyak bergaul dengan aktivis pemuda yang bergiat dalam pendidikan. Dari sini Koeswari mulai berkenalan dan berdiskusi dengan tokoh sosialis.

Pada usia 20 tahun, Koeswari bergabung dengan Partai Sosialis di Malang. Waktu itu kelompok Sjahrir masih bergabung dengan Amir Sjarifoeddin.

Koeswari meninggalkan pekerjaannya sebagai buruh dan berkonsentrasi penuh di partai.

Ia memilih kelompok Sjahrir ketika partai pecah pada 194i. Tanpa mengusung bendera partai, Koeswari aktif memperjuangkan nasib buruh perkebunan.

Baca Juga: Setibanya Jenazah Eril di Tanah Air Polri Akan Mengawal Hingga Proses Pemakaman, Simak Penjelasannya

Menurut dia, Sjahrir pernah beberapa kali singgah di Malang. Tapi Koeswari belum pernah bertemu langsung dengan sang tokoh. Ia baru bertemu ketika ditarik ke Jakarta pada Juli 1953.

Untuk menangani buruh di perusahaan jawatan kereta api. Begitu bertemu, keduanya berdiskusi tentang gerakan sosial di markas Partai Sosialis Indonesia, jalan Medan merdeka Barat,"orangnya sangat ramah," Koeswari mengenang.

Koeswari juga sering berdiskusi di kediaman Sjahrir. Misalnya pada 1955 setelah Pemilu, Sjahrir dan anggota inti PSI berdiskusi mengenai gerakan buruh.

Menurut Koeswari, Sjahrir selalu mengingatkan supaya tetap semangat dalam memperjuangkan nasib buruh. Semangat itu tetap dipegangnya hingga kini, di ujung usianya.***

 

 

Editor: Muh Romli

Sumber: Sjahrir Peran Besar Bung Kecil

Tags

Terkini

Terpopuler