“Maka melalui Putusan Nomor 68/PUU-XII/2014 dan Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010, MK telah memberikan landasan konstitusionalitas relasi agama dan negara dalam hukum perkawinan bahwa agama menetapkan tentang keabsahan perkawinan, sedangkan negara menetapkan keabsahan administratif perkawinan dalam koridor hukum,” kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih
Hak Asasi Manusia dalam Perkawinan
HAM dalam perkawinan sudah dipertimbangkan MK dengan merujuk pada konstitusionalitas Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 8 huruf f dan Pasal 2 ayat (2) UU 1/1974.
Namun demikian HAM yang berlaku di Indonesia haruslah sejalan dengan falsafah ideologi Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila sebagai identitas bangsa.
Kemudian dalam hal jaminan perlindungan HAM secara universal tertuang dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR).
Walaupun telah dideklarasikan sebagai bentuk kesepakatan bersama negara-negara di dunia, penerapan HAM di tiap-tiap negara disesuaikan pula dengan ideologi, agama, sosial dan budaya rakyat di negara masing-masing.
Pada rumusan Pasal 28B ayat (1) UUD 1945, ada dua hak yang dijamin secara tegas yakni 'hak membentuk keluarga' dan 'hak melanjutkan keturunan'.
Frasa berikutnya menunjukkan bahwa ‘perkawinan yang sah’ merupakan prasyarat dalam rangka perlindungan kedua hak yang disebutkan sebelumnya.
Artinya, perkawinan bukan diletakkan sebagai hak melainkan sebagai prasyarat bagi pelaksanaan hak membentuk keluarga dan hak melanjutkan keturunan.