Kode Etik Jurnalistik Versi Dewan Pers yang Harus Ditaati Wartawan Indonesia

- 19 Oktober 2023, 09:05 WIB
Ilustrasi Dewan Pers
Ilustrasi Dewan Pers /Pixabay/

 

PRIANGANTIMURNEWS - Untuk keberlangsungan dalam melaksanakan tugas jurnalistik di lapangan Wartawan Indonesia selain memiliki kebebasan juga dilindungi UU No 40 Tahun 1999. 

Meski memiliki kebebasan dalam bertugas, Wartawan Indonesia dalam melaksanakan tugasnya dibekali pedoman sebelas poin Kode Etik Jurnalistik.

Hal tersebut mengacu pada kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. 

Baca Juga: 11 Jurnalis Meninggal di Palestina, Media Israel Kecam Penggambaran Negaranya Sebagai Teroris

Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. 

Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma norma agama.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.

Baca Juga: Debt Collector Kembali Bikin Ulah, Jurnalis Jadi Sasaran Akan Melapor

Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar.

Wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme.

"Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik,"dikutip dari website dewanpers.or.id Kamis 19 Oktober 2023.

Baca Juga: Jurnalis Singaparna Tasikmalaya Sambut HPN 2023

Pasal 1

Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Penafsiran

a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.

b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.

c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.

Baca Juga: Aksi Teror Terhadap Jurnalis di Papua, Polisi Selidiki sampai AJI minta Dewan Pers bentuk Satgas

d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

Pasal 2

Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Penafsiran

Cara-cara yang profesional adalah:

a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;

b. menghormati hak privasi;

c. tidak menyuap;

d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;

e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;

Baca Juga: Pertandingan Sepak Bola, Pokja Jurnalis Taklukan PJU Polres Tasikmalaya 4-2

f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;

g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;

h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.

Pasal 3

Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. 

Baca Juga: Jurnalis dan Nasibnya Sepanjang Tahun 2022

Penafsiran

a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.

b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.

c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.

d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

Baca Juga: Ada 11 Pasal Kode Etik Jurnalis Versi Dewan Pers

Pasal 4

Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. 

Penafsiran

a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.

b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.

c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.

d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.

Baca Juga: Cegah Kriminalisasi Kerja Jurnalis, Bareskrim-Dewan Pers Tandatangani Perjanjian Kerjasama

e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

Pasal 5

Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. 

Penafsiran

a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.

b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Baca Juga: Senggol Jurnalis Pintar Pelakor! Nikita Mirzani: Lebih Milih Goyangan Endul? Cek Faktanya

Pasal 6

Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Penafsiran

a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.

b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Baca Juga: Sambut HPN 2022 Jurnalis Jalin Sinergitas Bersama Polres dan Pemda

Pasal 7

Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan. 

Penafsiran

a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.

b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.

Baca Juga: Jurnalis Tasikmalaya Sambut HPN Gelar Kegiatan Vaksin Covid-19

c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.

d. Off the record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

Pasal 8

Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Baca Juga: Jurnalis Senior Chamad Hojin Terpapar Covid 19, Wagub Ariza: Sudah Disiplin Pakai Masker hanya Kurang Rapet

Penafsiran

a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.

b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Pasal 9

Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Penafsiran

a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.

b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.

Baca Juga: Viral, Kadis Dispora Tangsel Hampir Pukul Jurnalis Saat Hendak Diwawancara Wartawan,

a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.

b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.

Pasal 10

Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Penafsiran

a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.

Baca Juga: Komnas HAM Minta Kepolisian Segera Usut Kasus Kekerasan Terhadap Jurnalis Tempo di Surabaya

b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Pasal 11

Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional. 

Penafsiran

a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

Baca Juga: Puluhan Jurnalis Ditahan Rezim Myanmar Saat Meliput Demonstrasi Anti-Kudeta

c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.

Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. 

Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers. 

Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006 (Kode Etik Jurnalistik ditetapkan Dewan Pers melalui Peraturan Dewan Pers Nomor:

Baca Juga: Jurnalis India, Priya Ramani Dituntut Menteri MJ Akbar atas Pencemaran Nama Baik

6/PeraturanDP/V/2008 Tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers).***

Editor: Sri Hastuti

Sumber: dewanpers.or.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x